Senin, 21 Desember 2009

PERBEDAAN DAN HUBUNGAN ANTARA LAKIP dan INDIKATOR KINERJA SEKTOR

LAKIP sesuai dengan fungsinya adalah untuk mengukur kinerja instansi bukan untuk mengukur kinerja sektor. Sebagai alat untuk mengukur kinerja instansi maka LAKIP hanya melaporkan apa yang telah dikerjakan (proses) atau telah dihasilkan (output). Kinerja LAKIP dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat efisiensi antara output dan input.
Sedangkan kinerja sektor adalah suatu ukuran keberhasilan atau ketidakberhasilan penyelenggaraan sektor yang umumnya akan dibandingkan dengan pihak lain (penerima manfaat). Sehingga indikator kinerja sektor dapat bersifat output, outcome, dan impact. 



Secara umum perbedaan yang paling mendasar dari indikator LAKIP dengan indikator kinerja ke sektoran adalah terkait dengan sifat indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan. Jika LAKIP digunakan untuk mengukur kinerja instansi dan sifatnya input dan output maka indikator kinerja digunakan untuk mengukur kinerja kesektoran dan sifatnya outcome dan impact.

Memperhatikan sifat-sifat indikator tersebut (LAKIP dan indikator kinerja kesektoran) maka dapat dikaji bahwa indikator LAKIP merupakan dasar bagi pembentuk indikator kinerja kesektoran. Sehingga tidak mustahil apabila pengukuran kinerja kesektoran dapat dikaji dari keberhasilan penyelenggaraan instansi yang direpresentasikan dari keberhasilan LAKIP instansi.
Secara umum hubungan diantara kedua pengukuran kinerja ini tidak berlaku secara langsung, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi hubungan keduanya. Diindikasikan faktor tersebut adalah sesuatu yang dapat mengubah produk/barang/jasa akhir yang dihasilkan dari suatu keluaran (LAKIP) menjadi suatu yang berhasil guna dan manfaat atau dapat memberikan nilai tambah (indikator kinerja sektor) sehingga mampu menjawab pertanyaan “apa yang ingin dicapai dari keluaran yang dihasilkan?” dan “apa yang ingin diubah dari manfaat yang telah dihasilkan?”, dengan kata lain faktor-faktor tersebut adalah pengguna, stakeholders dan sektor lain.

Memperhatikan penjelasan di muka, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat dan nilai tambah yang dijadikan suatu ukuran keberhasilan adalah sesuatu perubahan yang bersifat positif yang dapat dirasakan oleh pengguna bahkan masyarakat dan negara akibat dari adanya peningkatan atau perbaikan kualitas dan kuantitas layanan. Perbaikan kualitas dan kuantitas layanan yang dimaksud merupakan derivasi tidak langsung dari output yang dihasilkan oleh instansi (regulator).
Mengapa dikatakan derivasi tidak langsung, karena ada proses lanjutan dalam rangka mencapai manfaat dan nilai tambah (diluar sektor tersebut) yang harus dilakukan multi stakeholders dan didukung oleh multi sektor. Oleh sebab itu output atau keluaran dari intansi regulasi seharusnya menjadi menjadi input bagi instansi (stakeholders) lain, misalnya bagi operatorn dalam rangka penyelenggaraan layanan yang lebih baik.

Ukuran keberhasilan dari penyelenggaraan sektor, khususnya dari keluaran (output) yang dihasilkan oleh instansi, dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tingkatan:
1.       Tingkat pertama: Apakah derivasi output yang dihasilkan (dalam bentuk regulasi, sarana, prasarana, fasilitas pendukung dan kegiatan) sudah sesuai dengan kebutuhan? ---> hanya sebatas memenuhi kebutuhan pengguna.
2.       Tingkat kedua: Apakah derivasi output yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM)? ---> pengguna sudah memperoleh manfaat dari apa yang dihasilkan.
3.      Tingkat ketiga: Apakah derivasi ouput yang dihasilkan sudah sesuai dengan harapan dari pengguna (kondisi ideal)? ----> pengguna/masyarakat dapat memperoleh nilai tambah (diluar dari sisi transportasi) dari manfaat yang telah diterima.

Jawaban dari ketiga pertanyaan di muka akan menggambarkan secara kualitatif keberhasilan dari instansi, dimana ukuran keberhasilannya tidak hanya dilihat dalam konteks kedalam (instansi) tetapi dalam konteks keluar (berupa manfaat dan nilai tambah). Sehingga diharapkan sasaran yang selama ini dijadikan acuan oleh instansi tersebut dapat tercapai, karena secara empiris sasaran yang telah ditetapkan tersebut, sebagian besar merupakan impact (apa yang ingin diubah/nilai tambah) dari penyelenggaraan kesektoran.

sumber: lilik wachid bs & joewono s, September 2009

...selamat datang...dab....

.....transportasi dll..........