Don't ever have an idea to build the outer ring road if you have already
had the ring road. Let's Make the roads (ring road) not only for
transportation, but also to protect the sprawling city. -- lws
A new study by CEOs for Cities has found that what creates traffic jams
isn’t more cars and fewer highways, it’s sprawl. This is a look at the
10 metropolitan areas whose citizens spend the most and least extra time
in traffic due to sprawl, out of 51 cities studied.
SOURCE: Driven Apart by Joe Cortright for CEOs for Cities, 2010
Minggu, 20 Mei 2012
Selasa, 08 Mei 2012
TERINTEGRASINYA JARINGAN JALAN LINTAS SULAWESISEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH
Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004
http://www.scribd.com/doc/62067332/Terintegrasinya-Jaringan-Jalan-Sulawesi
http://www.scribd.com/doc/62067332/Terintegrasinya-Jaringan-Jalan-Sulawesi
Kecelakaan Beruntun Tewaskan 6 Orang
Selasa, 14 Februari 2012 07:31 WIB
ANTARA/Siswowidodo/ip
Kecelakaan pertama menimpa bus Mira yang bertabrakan dengan truk trailer di Ngawi, Jawa Timur. Empat orang tewas dan 16 cedera dalam kecelakaan tersebut. Mereka yang tewas, antara lain, Herni Tiasih, 35, guru asal Desa Garing, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, dan Nurwanto, kernet bus warga Nganjuk. Dua orang lainnya belum teridentifikasi.
Kecelakaan lain menimpa sebuah minibus sarat penumpang yang terjun ke jurang sedalam 10 meter di Desa Wisnu, Kecamatan Watu Kumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Dua penumpang bus tewas dan 21 orang cedera dalam musibah itu.
Di luar dua kecelakaan itu masih ada kecelakaan yang tidak menimbulkan korban jiwa dan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Truk Imanuel yang mengangkut 34 penumpang terbalik di kilometer 8 ruas jalan Soe-Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Minggu (12/2) petang. Musibah itu mengakibatkan empat penumpang patah kaki dan puluhan lainnya luka robek di kepala, tangan, dan kaki.
Lalai
Peneliti masalah transportasi pada Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Lilik Wachid Budi Susilo menegaskan banyaknya kecelakaan lalu lintas terutama di jalan raya disebabkan oleh rendahnya rasa tanggung jawab berkendara.
Meski demikian, Lilik tidak menampik faktor lain yang ikut berperan hingga terjadi kecelakaan lalu lintas, antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia pengemudi, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM, kesiapan infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
Menteri Perhubungan EE Mangindaan mengatakan banyaknya kecelakaan yang melibatkan bus diduga akibat perusahaan dan sopir bus tidak menjalankan ketentuan yang sudah berlaku. Menurut Menhub, pihaknya belum memutuskan sanksi untuk bus yang terlibat kecelakaan hingga menewaskan penumpang. Sanksi yang diberikan bisa berupa penghentian operasional sejumlah armada bus.
Jika terbukti ada faktor kelalaian, kata Menhub, bukan tidak mungkin izin trayek dicabut. Namun, pencabutan izin trayek tidak mudah dilakukan. Karena bila izin trayek dicabut, "Nanti sopir, keneknya tidak kerja. Kita kan mau membuka lapangan kerja, bukan menutup lapangan kerja," ujar Menhub.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Soeroyo Alimoeso menegaskan aturan jam kerja pada angkutan umum telah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum. Dalam UU itu disebutkan pengendara angkutan umum diwajibkan beristirahat setelah menempuh perjalanan selama 4 jam.
Apabila perjalanan yang ditempuh cukup panjang, tambah Soeroyo, operator dianjurkan menyediakan pengemudi cadangan. Misalnya, untuk rute Jakarta-Surabaya, yang membutuhkan waktu perjalanan lebih dari 4 jam, perusahaan otobus memiliki kebijakan untuk mengutamakan nilai keselamatan. "Bisa beristirahat di rumah makan," katanya kepada Media Indonesia, Jakarta, kemarin. (AS/PO/AU/*/X-9)
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/02/14/298289/289/101/Kecelakaan-Beruntun-Tewaskan-6-Orang
Peneliti Tanggung Jawab Pengendara di Jalan Rendah
Kamis, 16 Februari 2012 21:37 Ditulis oleh Adm Informasi Perhubungan
YOGYAKARTA
- Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi disebabkan oleh rendahnya
tanggung jawab pengendara saat berkendara di jalan raya, kata peneliti
Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Lilik
Wachid Budi Susilo.
"Selama ini
masyarakat yang telah memiliki surat izin mengemudi (SIM) tidak
ditekankan rasa tanggung jawab ketika berkendara di jalan raya, yang
akan melibatkan keselamatan orang lain," katanya di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, untuk bisa memperoleh SIM, masyarakat lebih banyak
mendapatkan teori dan ujian praktik. Padahal, rasa tanggung jawab yang
menyangkut keselamatan orang lain justru lebih penting untuk ditekankan.
"Bukan hanya pengendara kendaraan pribadi tetapi juga pengendara
kendaraan umum yang membawa keselamatan orang banyak," katanya.
Ia mengatakan, standar kecepatan berkendaraan di jalan raya selama ini
juga tidak jelas penerapannya. Selama ini ruang publik lebih banyak
dihiasi reklame dan iklan daripada dengan rambu-rambu lalu lintas dan
aturan batas kecepatan berkendara.
Misalnya, jika maksimal kecepatan berkendara 50 kilometer per jam tentu
bagi pejalan kaki harus dibatasi aksesnya, jangan dicampur dengan
kendaraan lain.
Selain itu,
menurut dia, protokol kecelakaan juga belum ada. Contohnya, ketika
terjadi kecelakaan lalu lintas kepada siapa masyarakat pertama kali
harus melapor.
"Polisi ketika
datang di lokasi kecelakaan pun terkadang juga masih kebingungan
bagaimana prosedur merawat atau memberikan pertolongan pertama kepada
korban kecelakaan," katanya.
Di
sisi lain, kata dia, juga belum ada persamaan persepsi antarpemangku
kepentingan seperti dari Jasa Raharja, kepolisian, maupun Kementerian
Perhubungan.
Ia mencontohkan,
kepolisian dan Kementerian Perhubungan lebih fokus pada penyiapan
infrastruktur dan keselamatan di jalan raya, sedangkan Jasa Raharja
lebih banyak fokus pada seberapa cepat mereka bisa membayar klaim untuk
menyantuni korban kecelakaan lalu lintas.
"Biaya untuk menyantuni korban kecelakaan yang meninggal di Indonesia
sangat kecil sekitar Rp25 juta. Di Malaysia bisa mencapai Rp2 miliar,
dan Singapura Rp3,5 miliar," katanya.
Ia mengatakan, di beberapa negara maju sistem asuransi sistem tripartit
yang melibatkan perusahaan asuransi dari korban kecelakaan maupun
pelaku telah berjalan cukup baik.
Di negara-negara maju, menurut dia, juga telah diterapkan sistem
hukuman semacam denda bagi yang bersalah akan membayar ganti rugi yang
lebih besar.
"Dengan sistem
tersebut diharapkan akan menjadi salah satu bahan pemikiran agar
masyarakat lebih berhati-hati ketika berkendara di jalan raya," katanya.
Ia mengatakan, setelah ditetapkan sebagai pihak yang bersalah pihak asuransi pelaku akan membayar ke pihak asuransi korban.
"Selanjutnya pada tahun depan pelaku harus membayar premi yang besar, sehingga akan membuat pelaku jera," katanya.
Sumber : Suara Karya / Antara
http://dishub-diy.net/perhubungan/peneliti-tanggung-jawab-pengendara-di-jalan-rendah.html
Pengamat UGM: Tanggung Jawab Berkendara di Jalan Raya Masih Rendah
Maraknya kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jiwa akhir-akhir ini membuat keprihatinan serta rasa was-was ketika berada di jalan raya. Pengamat masalah transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM Lilik Wachid Budi Susilo, S.T., M.T. mengatakan banyak faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan baik yang berasal dari kendaraan umum maupun pribadi. Beberapa faktor tersebut antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia muda, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM, kesiapan infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
http://www.gadjahmada.org/liputan-berita/pengamat-ugm-tanggung-jawab-berkendara-di-jalan-raya-masih-rendah
Permohonan SIM Harus Diperketat
Rabu, 15 Februari 2012 15:36 Fetika Andriyani Dilihat: 78 Kali
Sumber foto : lifeinthetropics.cyberbali.com
RRI-Jogja News, Permohonan Surat Ijin
Mengemudi SIM harus diperketat menyusul meningkatnya kecelakaan lalu
lintas yang melibatkan bus dan truck.
Tanggung Jawab Berkendara di Jalan Raya
dinilai Masih Rendah. Hal tersebut terbukti dari meningkatnya kecelakaan
lalu lintas yang melibatkan bus dan truck disejumlah wilayah
akhir-akhir ini. Pengamat masalah transportasi dari Pusat Studi
Transportasi dan Logistik – PUSTRAL - UGM Lilik Wachid Budi Susilo,
mengatakan banyak angka kecelakaan yang melibatkan bus dan truck tidak
lepas dari longgarnya aparat dalam memberikan SIM pada para pengguna.
Sebab selama ini kompetensi Surat Ijin Menegemudi hanya ditekankan pada
aspek teknis saja, namun tidak mencakup aspek kognisi yakni
tanggungjawab pemegang SIM. Padahal, rasa tanggung jawab yang menyangkut
keselamatan orang lain justru lebih penting untuk ditekankan. Bukan
saja pengendara kendaraan pribadi tetapi khususnya juga pengendara
kendaraan umum yang membawa keselamatan orang banyak.
Selain penggunaan SIM banyak faktor
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan baik yang berasal
dari kendaraan umum maupun pribadi. Beberapa faktor tersebut antara lain
mengenai aturan laju kendaraan. Menurut Lilik standar kecepatan
berkendara di jalan raya selama ini tidak jelas penerapannya. Aturan
rambu lalu lintas seharusnya bisa diakses pengguna jalan di banyak ruas
jalan, namun kenyataannya ruas jalan justru banyak digunakan untuk papan
reklame.
Untuk menekan angka kecelakaan maka efek
jera harus lebih ditekankan. Menurut Lilik pemerintah perlu
mempertimbangkan denda bagi pelaku sebab di negara lain sistem hukuman
denda efektif untuk menekan kecelakaan. Menurut Lilik, sistem ganti rugi
akan menjadi pertimbangan agar masyarakat lebih berhati-hati ketika
berkendara di jalan.
http://rrijogja.co.id/berita/nasional/berita-pertahanan-keamanan/1037
Peneliti: Kecelakaan Disebabkan Rendahnya Rasa Tanggung Jawab
http://www.kabarbekasi.com/archives/10523
KabarBekasi.com
– Akhir-akhir ini kecelakaan maut terdengar marak di media-media
akibat kelalaian sopir yang mengantuk sampai sopir yang mengkonsumsi
narkoba. Hal ini sangat rentan dan merugikan para penumpang dan pengguna
jalan raya. Maka dari itu, Dinas Perhubungan (Dishub) melakukan uji
emisi kendaraaan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya kecelakaan
yang terjadi.
Peneliti masalah transportasi Pusat Studi
Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Lilik
Wachid Budi Susilo menegaskan, “banyaknya kecelakaan lalu lintas
terutama di jalan raya disebabkan oleh rendahnya rasa tanggung jawab
berkendara”.
Lilik menambahkan, hal ini juga
dikarenakan faktor lain yang ikut berperan sehingga terjadi kecelakaan
lalu lintas, antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia
pengemudi, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM, kesiapan
infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
Menteri Perhubungan EE Mangindaan
mengatakan banyaknya kecelakaan yang melibatkan bus diduga akibat
perusahaan dan sopir bus tidak menjalankan ketentuan yang sudah berlaku.
Menurut Menhub, pihaknya belum memutuskan sanksi untuk bus yang
terlibat kecelakaan hingga menewaskan penumpang. Sanksi yang diberikan
bisa berupa penghentian operasional sejumlah armada bus.
Jika terbukti ada faktor kelalaian, kata
Menhub, bukan tidak mungkin izin trayek dicabut. Namun, pencabutan izin
trayek tidak mudah dilakukan. Karena bila izin trayek dicabut, “Nanti
sopir, keneknya tidak kerja. Kita kan mau membuka lapangan kerja, bukan
menutup lapangan kerja,” ujar Menhub. (KabarBekasi.com/Pr/kp/MI)
Tanggung Jawab Berkendara di Jalan Masih Minim
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/14/109456/Tanggung-Jawab-Berkendara-di-Jalan-Masih-Minim
YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Pengamat masalah transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Lilik Wachid Budi Susilo ST MT mengatakan, banyak faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan baik yang berasal dari kendaraan umum maupun pribadi.
Beberapa faktor tersebut antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia muda, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM, kesiapan infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
Dia menjelaskan, selama ini masyarakat yang telah memiliki SIM tidak ditekankan rasa tanggung jawabnya bahwa ketika berkendara di jalan raya akan melibatkan keselamatan orang lain. Untuk bisa memperoleh SIM, katanya, masyarakat lebih banyak mendapatkan teori dan ujian praktik saja.
Padahal, rasa tanggung jawab yang menyangkut keselamatan orang lain justru lebih penting untuk ditekankan. Di sisi lain, belum ada persamaan persepsi antar stakeholder seperti dari Jasa Raharja, Kepolisian, maupun Departemen Perhubungan.
Ditambahkan, di beberapa negara maju sistem asuransi tripartit yang melibatkan perusahaan asuransi dari korban kecelakaan maupun pelaku telah berjalan cukup baik. Di sana juga telah diterapkan sistem hukuman semacam denda bagi yang bersalah akan membayar ganti rugi yang lebih besar lagi. Dengan sistem tersebut maka menurut Lilik juga akan menjadi salah satu bahan pemikiran agar masyarakat lebih berhati-hati ketika berkendara di jalan raya.
Menurutnya, standar kecepatan berkendara di jalan raya selama ini juga tidak jelas penerapannya. Sementara ruang publik lebih banyak dihiasi dengan reklame dan iklan daripada dengan rambu-rambu lalu lintas serta aturan batas kecepatan berkendara.
Sementara itu protokol kecelakaan, menurutnya, juga belum ada. Dia mencontohkan, ketika terjadi kecelakaan lalu lintas kepada siapa masyarakat pertama kali harus melapor. Polisi ketika datang di lokasi kecelakaan pun terkadang juga masih kebingungan bagaimana prosedur merawat atau memberikan pertolongan pertama kepada korban kecelakaan.
"Protokol kecelakaan juga belum ada. Polisi kalau mengangkat korban kecelakaan salah kan bisa semakin parah sakitnya. Ini yang juga harus jadi perhatian," tambahnya.
( Bambang Unjianto / CN31 / JBSM )
YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Pengamat masalah transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Lilik Wachid Budi Susilo ST MT mengatakan, banyak faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan baik yang berasal dari kendaraan umum maupun pribadi.
Beberapa faktor tersebut antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia muda, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM, kesiapan infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
Dia menjelaskan, selama ini masyarakat yang telah memiliki SIM tidak ditekankan rasa tanggung jawabnya bahwa ketika berkendara di jalan raya akan melibatkan keselamatan orang lain. Untuk bisa memperoleh SIM, katanya, masyarakat lebih banyak mendapatkan teori dan ujian praktik saja.
Padahal, rasa tanggung jawab yang menyangkut keselamatan orang lain justru lebih penting untuk ditekankan. Di sisi lain, belum ada persamaan persepsi antar stakeholder seperti dari Jasa Raharja, Kepolisian, maupun Departemen Perhubungan.
Ditambahkan, di beberapa negara maju sistem asuransi tripartit yang melibatkan perusahaan asuransi dari korban kecelakaan maupun pelaku telah berjalan cukup baik. Di sana juga telah diterapkan sistem hukuman semacam denda bagi yang bersalah akan membayar ganti rugi yang lebih besar lagi. Dengan sistem tersebut maka menurut Lilik juga akan menjadi salah satu bahan pemikiran agar masyarakat lebih berhati-hati ketika berkendara di jalan raya.
Menurutnya, standar kecepatan berkendara di jalan raya selama ini juga tidak jelas penerapannya. Sementara ruang publik lebih banyak dihiasi dengan reklame dan iklan daripada dengan rambu-rambu lalu lintas serta aturan batas kecepatan berkendara.
Sementara itu protokol kecelakaan, menurutnya, juga belum ada. Dia mencontohkan, ketika terjadi kecelakaan lalu lintas kepada siapa masyarakat pertama kali harus melapor. Polisi ketika datang di lokasi kecelakaan pun terkadang juga masih kebingungan bagaimana prosedur merawat atau memberikan pertolongan pertama kepada korban kecelakaan.
"Protokol kecelakaan juga belum ada. Polisi kalau mengangkat korban kecelakaan salah kan bisa semakin parah sakitnya. Ini yang juga harus jadi perhatian," tambahnya.
( Bambang Unjianto / CN31 / JBSM )
Transjogja Urged to Return to Public Service Function
http://indii.co.id/news_daily_detail.php?id=3142
“Transportation services are in chaos, while locally-generated revenues come up short.”
Yogyakarta – Transportation management by
the DIY provincial government through provision of Transjogja buses is
considered increasingly disorganised because it has lost its essence as a
public service solution for mass transportation.
“So far, Transjogja has been a double
burden. On the one hand, it is expected to address the need for
locally-generated revenues (PAD), and on the other it is meant to
resolve transportation problems by providing public services,” said
Lilik Wachid Budi Susilo, a transportation expert from the Centre for
Transportation and Logistics Studies at Gadjah Mada University in
Yogyakarta, yesterday.
He expressed his disappointment at the
meeting between transportation experts and the DIY provincial government
at the DIY DPRD yesterday. According to him, these two interests cannot
be combined. “If we talk about public transportation, that means
services, and how the public can access them most easily, if possible
without any cost,” said Lilik.
According to him, when services are
combined with a business orientation, this will create problems for
Transjogja. He pointed to the Financial Audit Board (BPK) findings of
deviations in the administration of Vehicle Operating Costs in December
2011 in the amount of Rp 21 billion, leading to the suspension of 20
buses because they do not yet have yellow license plates for their
operations. “Now everything is gone. Public services and transportation
are still chaotic and confused, while PAD still comes up short,” he
said.
According to Lilik, learning from advanced
countries such as Belgium, the government should find other ways to
increase PAD revenues. “Not by tying them up to public service
facilities,” he said. The government has ignored that in its Transjogja
operations to date. For instance, there are no particular advantages to
this transport mode. Transjogja has merged with other transportation
modes, simply adding to the congestion because it runs along the slow
lane, which is dominated by vehicles travelling slowly. “There is also
no advantage in it, particularly in the city centre,” he said.
In contrast, Tjipto Haribawa, Head of the
DIY Transport Office, is confident that with the current position of
Transjogja buses, transportation problems can be resolved and local
revenues increased. He says that with the transfer of Transjogja to
regional company PT Anindya Mitra Internasional, revenues should start
coming in, since the nature of the transfer involves PT Jogja Tugu Trans
paying a lease to be the operator. “The government will obtain revenues
and the public will obtain services,” he said.
Tjipto said that this belief is coupled
with systematic completion steps this year to position Transjogja as a
service directed towards the ‘bus priority’ context. “Not through a
dedicated lane, but by being prioritised,” he said.
As a pilot project for the Transjogja
priority lane, a special lane will be opened on the North ring road,
from Jombor to Demak Ijo, stretching 8 kilometres. This lane will be in
the middle of the four existing roads. The plan is to build bus shelters
in the middle along with crossing bridges. This plan will be proposed
in the Revised Local Budget for 2012 (APBD Perubahan). “Buses
will only stop at the shelters,” he said. The Transjogja buses will have
GPS installed, and it is expected that when they are 100 metres from a
traffic light, the traffic light will turn green. As a consequence, the
red light for traffic from other directions will be longer. This system
will be controlled by the Transport Office.
To improve services, the bus fleet will be
expanded to reduce the waiting time for passengers. Passengers are
currently complaining of bus delays of 20-25 minutes. The additional
buses will be accompanied by the opening of 12 new routes. Currently,
the Transjogja bus only operates four routes. “The additional routes
will use 112 buses,” he said. This target number of buses will be
achieved by 2020. (Pribadi Wicaksono)
16 February 2012
Source : Koran Tempo
Source : Koran Tempo
Belum Ada Protokol Kecelakaan
http://www.duniajogja.com/2012/02/14/belum-ada-protokol-kecelakaan/
Selasa, 14 Februari 2012 20:26 WIB.
PENGAMAT transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Lilik Wachid Budi Susilo ST MT mengatakan, banyak penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia muda, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM yang dimiliki, kesiapan infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
Masyarakat yang telah memiliki SIM tidak ditekankan tanggung jawab ketika berkendara di jalan raya akan melibatkan keselamatan orang lain. Memperoleh SIM, masyarakat lebih banyak mendapatkan teori dan ujian praktik. Padahal, tanggung jawab menyangkut keselamatan orang lain justru lebih penting ditekankan.
“Bukan saja pengendara kendaraan pribadi khususnya, tapi juga pengendara kendaraan umum yang membawa keselamatan orang banyak,” kata Lilik Wachid hari ini.
Saat ini belum ada ada persamaan persepsi antar stake holder seperti dari Jasa Raharja, Kepolisian, maupun Departemen Perhubungan. Dephub dan Kepolisian fokus pada penyiapan infrastruktur dan keselamatan di jalan raya. Jasa Raharja lebih fokus pada seberapa cepat mereka bisa membayar klaim untuk menyantuni korban kecelakaan lalu lintas.
“Standar kecepatan berkendara di jalan raya selama ini tidak jelas penerapannya. Sementara ruang publik lebih banyak dihiasi dengan reklame dan iklan daripada dengan rambu-rambu lalu lintas serta aturan batas kecepatan berkendara,” sindirnya.
Persoalan lain, protokol kecelakaan juga belum ada. Lilik mencontohkan ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak ada kejelasan tempat masyarakat melapor. Protokol kecelakaan belum ada. (affan safani)
Selasa, 14 Februari 2012 20:26 WIB.
PENGAMAT transportasi dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Lilik Wachid Budi Susilo ST MT mengatakan, banyak penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Antara lain menyangkut kecepatan berkendara, usia muda, tanggung jawab terhadap penggunaan SIM yang dimiliki, kesiapan infrastruktur, hingga protokol kecelakaan.
Masyarakat yang telah memiliki SIM tidak ditekankan tanggung jawab ketika berkendara di jalan raya akan melibatkan keselamatan orang lain. Memperoleh SIM, masyarakat lebih banyak mendapatkan teori dan ujian praktik. Padahal, tanggung jawab menyangkut keselamatan orang lain justru lebih penting ditekankan.
“Bukan saja pengendara kendaraan pribadi khususnya, tapi juga pengendara kendaraan umum yang membawa keselamatan orang banyak,” kata Lilik Wachid hari ini.
Saat ini belum ada ada persamaan persepsi antar stake holder seperti dari Jasa Raharja, Kepolisian, maupun Departemen Perhubungan. Dephub dan Kepolisian fokus pada penyiapan infrastruktur dan keselamatan di jalan raya. Jasa Raharja lebih fokus pada seberapa cepat mereka bisa membayar klaim untuk menyantuni korban kecelakaan lalu lintas.
“Standar kecepatan berkendara di jalan raya selama ini tidak jelas penerapannya. Sementara ruang publik lebih banyak dihiasi dengan reklame dan iklan daripada dengan rambu-rambu lalu lintas serta aturan batas kecepatan berkendara,” sindirnya.
Persoalan lain, protokol kecelakaan juga belum ada. Lilik mencontohkan ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak ada kejelasan tempat masyarakat melapor. Protokol kecelakaan belum ada. (affan safani)
Langganan:
Postingan (Atom)
...selamat datang...dab....
.....transportasi dll..........