Selasa, 03 Januari 2012

Karut Marut Transportasi Publik

Mungkin tidak akan pernah cukup segudang kata-kata untuk menggambarkan betapa karut-marutnya transportasi publik di Indonesia. Dalam beberapa pekan terakhir saja, rentetan peristiwa buruk transportasi rajin menghiasi media masa. Pemerkosaan penumpang angkot di Jakarta, kecelakaan kapal Sri Murah Rejeki di Bali, disusul tenggelamnya kapal Dewi Putri Tunggal di Sumenep, hingga terbakarnya KM Marina Nusantara di Banjarmasin serta dihentikannya secara resmi rencana pembangunan monorel Jakarta oleh sang Gubernur, merupakan peristiwa terkini yang seakan menjadi sengatan pada ingatan kita semua betapa amburadulnya transportasi publik di negeri ini.
Belum jika kita mau menengok kembali problem klasik transportasi seperti kemacetan, kesemrawutan, ketidakamanan apalagi kenyamanan yang menyebar merata di hampir seluruh moda transportasi publik di seantero wilayah republik. Habis sudah rasanya kesabaran akal sehat ini untuk sekadar mengurai benang kusutnya.
Dalam suasana gelisah dan kalut inilah, MAP Corner edisi Selasa, 27 September 2011 berupaya mendiskusikan problem klasik nan akut itu bersama kawan-kawan dengan suasana santai. Tidak muluk-muluk tentu, tukar pikiran dengan pemantik Mas Lilik dan Mas Iwan, peneliti dari PUSTRAL UGM ini memang sekadar untuk tidak membiarkan akal sehat kita mati suri ditelan rumitnya masalah transportasi. Paling tidak, diskusi mampu melepas segala penat dan uneg-uneg terkait problem transportasi dengan lebih produktif.
Dipandu oleh Wayu Eko Yudiatmaja (S2 MKP 2010). diskusi berlangsung santai dan hangat. Mas Lilik, yang memiliki nama lengkap Lilik Wachid Budi Susilo, bersemangat menyampaikan tentang isu-isu di sekitar transportasi publik. Diskusi kali ini memang tidak dibatasi pada satu aspek saja, karena persoalan transportasi publik adalah masalah yang kompleks. Pembicara dapat dengan leluasa mempresentasikan paparannya mengenai permasalahan yang menjangkiti transportasi publik di Indonesia. Moderator pun memberikan kesempatan kepada peserta yang ingin menanggapi pernyataan Mas Lilik di tengah pembicaraan agar diskusi tidak terkesan formal.
trasnportasi_2Mas Lilik membuka pembicaran dengan menyatakan bahwa kebutuhan akan transportasi publik yang cepat, nyaman, aman dan murah adalah kebutuhan bersama. Namun, memang realitasnya belum menunjukkan bahwa transportasi publik sudah diarahkan untuk kepentingan kita. Realitas ini dapat dilihat dari rendahnya keberpihakan negara terhadap layanan transportasi publik. Bahkan, untuk layanan dasar tranportasi yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan telah diamanahkan oleh UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah tidak dapat memenuhinya. Contoh yang menarik untuk kasus ini adalah jika membandingkan Bus Trans Jakarta dan Bus Trans Jogja. Pertanyaan yang mengemuka adalah mengapa jalur Bus Trans Jogja tidak terpisah dengan jalur kendaraan lainnya dan mengapa Bus Trans Jogja harus menggunakan halte tinggi, padahal pergerakannya lambat. Fenomena ini mengindikasikan bahwa pemerintah suka mengadopsi tetapi seringkali lupa mengadaptasi. Dengan bahasa yang lebih ekstrem lagi, pemerintah masih belum serius mengelola tranportasi publik.
Angkutan umum memang menjadi moda tranportasi andalan. Oleh karena itu, angkutan umum yang berkualitas merupakan dambaan bagi masyarakat. Indikator untuk mengukur layanan angkutan umum yang berkualitas adalah; pertama, aksesibilitas (accesibility), terkait dengan bagaimana ketersediaan jalur (rute), angkutan dan jalan dari suatu tempat ke tempat lain. Kedua, kecepatan, transportasi publik harus bisa mengangkut orang dalam waktu yang singkat. Ketiga, subsidi pemerintah bisa berkurang. Diharapkan tranportasi publik menjadi urat nadi moda transportasi masyarakat sehingga pemerintah mendapatkan benefit dari cost yang dikeluarkan oleh masyarakat. Keuntungan itulah yang digunakan untuk membiayai operasionalisasi transportasi publik sehingga bisa mengurangi pengeluaran pemerintah.
Di tengah diskusi, beberapa peserta mencoba menanggapi dan memberikan perbandingan. Pak Uhaib (S3 MAP) berkomentar bahwa transportasi publik Indonesia ketinggalan jauh dari transportasi negara lain, seperti Thailand, Singapura, Mesir dan Afrika Selatan. Pak Marlan (S3 MAP) juga memberikan komentar mengenai rendahnya keberpihakan elit pembuat kebijakan terhadap transportasi publik. Pak Marlan menengarai rendahnya keberpihakan ini karena pembuat kebijakan tidak paham bagaimana merumuskan kebijakan tranportasi yang baik dan tersandera oleh kepentingan politik dan ekonomi. Sementara itu, pak Ilham (S3 MAP) melihat dari sisi lemahnya kepemimpinan sehingga menyebabkan karut-marut transportasi publik. Hisbi (S2 MKP) memberikan tanggapannya mengenai rendahnya perhatian pemerintah terhadap pejalan kaki. Sedangkan Habibi (MAP) melihat kekuatan kapital asing yang berkolaborasi dengan pemangku kepentingan menyebabkan suburnya transportasi privat, dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi produk kendaraan pribadi dari negara lain untuk masuk ke Indonesia. Akibatnya, transportasi publik dikelola dengan mengutamakan kepentingan angkutan privat.
Dalam presentasinya, mas Lilik seringkali menekankan bahwa ilmu transportasi dimana pun adalah sama. Namun, ketika dirumuskan menjadi kebijakan dan diimplementasikan, seringkali melenceng dari gagasan ideal. Kebijakan transportasi banyak yang tidak berpihak kepada masyarakat luas. Dalam ilmu transportasi, terdapat kesepakatan umum bahwa moda transportasi umum harus menjadi prioritas utama pilihan kebijakan transportasi. Akan tetapi, dalam kenyataannya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak berpihak pada transportasi publik. Misalnya, kurangnya perhatian pemerintah untuk memperbaiki jalan yang rusak dan menambah lebar jalan.
Diskusi juga menyoroti permasalahan lemahnya koordinasi antar-instansi dalam mengelola transportasi di Indonesia. Menurut catatan, Indonesia merupakan negara dengan koordinasi terburuk di ASEAN. Hubungan antara Kepolisian, Dinas Perhubungan, Kementerian Perhubungan, penyelenggara asuransi tidak jelas dan terkesan bekerja sendiri-sendiri.
trasnportasi_3Banyaknya kecelakaan yang terjadi di jalan raya juga tidak luput menjadi bahan diskusi. Satu demi satu penyebab kecelakaan coba diidentifikasi. Di Indonesia sangat mudah sekali mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM). SIM sudah bisa diberikan jika sudah berumur 17 tahun. Padahal usia 17 tahun adalah usia yang masih labil dan belum bisa bertanggung-jawab penuh terhadap dirinya dan orang lain. Akibatnya, sering terjadi kecelakaan. Berdasarkan data Kepolisian, korban kecelakaan rata-rata berusia pada usia 17-20 tahun. Sedangkan di luar negeri, di Australia misalnya, ditetapkan syarat dan standar yang ketat dalam memberikan izin mengemudi. Di Australia SIM disebut dengan liason (lisensi), artinya orang yang memiliki SIM dan boleh mengendarai di jalan raya adalah orang yang memiliki keterampilan mengemudi.
Di jalan raya, kecelakaan adalah suatu keniscayaan dan tidak bisa hilang secara permanen. Dalam ilmu transportasi, kecelakaan menjadi sesuatu yang lumrah atau wajar. Kecelakaan bisa ditolerir, tetapi tingkat keparahan harus diminimalisir. Artinya, boleh terjadi kecelakaan tetapi tidak parah. Oleh karena itu, di luar negeri kecelakaan sering disebut sebagai crash (rusak/biasa) bukan accident (celaka/fatal).
Selama ini terdapat anggapan yang keliru mengenai kecelakaan. Hilangnya nyawa dan kecelakaan dianggap sebagai suatu nasib. Korban meninggal akibat kecelakaan hanya mendapat santunan Rp 25 juta dari asuransi. Angka itu jelas sangat kecil. Hal ini menandakan bahwa nyawa manusia kurang berharga. Seharusnya, jika dikalkulasikan secara cermat, pihak asuransi wajib membayar ganti rugi (bukan santunan) sebesar Rp 900 juta. Perhitungan ini didasarkan atas estimasi kehilangan waktu dan jam produktif korban. Selama nyawa manusia dianggap tidak berharga dan kecelakaan itu adalah nasib maka kehilangan nyawa dan kecelakaan di jalan raya akan sulit untuk diminimalisir.
Kecelakaan yang terjadi di jalan raya dapat dikurangi melalui intervensi kebijakan dari pemerintah. Sayangnya, perhatian pemerintah, terutama DPR dalam penyediaan anggaran yang berkaitan dengan transportasi publik juga kurang. Data dan fakta kecelakaan yang disampaikan pemerintah ke DPR tidak serta merta membuat DPR menganggarkan dana untuk penyediaan fasilitas jalan dan moda angkutan publik yang maksimal karena jumlah korban tidak menjadi penting oleh DPR. Sudah menjadi rahasia umum kalau DPR kurang antusias dengan sesuatu yang berhubungan dengan "jumlah" di luar uang (rupiah).
Diskusi berlangsung dengan hangat dan sudah mulai melebar ke topik-topik lain di luar isu transportasi publik. Hari juga sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB. Akhirnya moderator memutuskan untuk menutup diskusi dan acara dilanjutkan dengan ngobrol-ngobrol santai diantara peserta dengan mas Lilik dan mas Iwan sambil menyantap hidangan angkringan yang disediakan oleh panitia. Sepenggal sore sekedar untuk mengurangi kegelisahan di pikiran pun telah terlewati, meski karut marut transportasi di luar sana masih terus saja menanti.

 source: 
http://map.ugm.ac.id/index.php/profil/147-karut-marut-transportasi-publik

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Makasih udah share sob, blog yang bermanfaat ........................


bisnistiket.co.id
fpaired histetu

Unknown mengatakan...

Makasih udah share sob, blog yang bermanfaat ........................


bisnistiket.co.id

...selamat datang...dab....

.....transportasi dll..........